Hedi Hastriawan

Beranda » 2012 » November » 12

Daily Archives: 12 November 2012

ADSORBSI (KIMIA FISIKA)

A. Mekanisme Adsorpsi

Adsorpsi ialah pengumpulan zat terlarut di permukaan media dan merupakan jenis adhesi yang terjadi pada zat padat atau zat cair yang kontak dengan zat lainnya. Proses ini menghasilkan akumulasi konsentrasi zat tertentu di permukaan media setelah terjadi kontak antarmuka atau bidang batas (paras, interface) cairan dengan cairan, cairan dengan gas atau cairan dengan padatan dalam waktu tertentu. Contohnya antara lain dehumidifikasi, yaitu pengeringan udara dengan desiccant (penyerap), pemisahan zat yang tidak diinginkan dari udara atau air menggunakan karbon aktif, ion exchanger untuk zat terlarut di dalam larutan dengan ion dari media exchanger. Artinya, pengolahan air minum dengan karbon aktif hanyalah salah satu dari terapan adsorpsi.

Atas dasar fenomena kejadiannya, adsorpsi juga dibedakan menjadi tiga macam. Yang pertama disebut chemisorption, terjadi karena ikatan kimia (chemical bonding) antara molekul zat terlarut (solute) dengan molekul adsorban. Adsorpsi ini bersifat sangat eksotermis dan tidak dapat berbalik (irreversible). Yang kedua, adsorpsi fisika (physical adsorption, terjadi karena gaya tarik molekul oleh gaya van der Waals dan yang ketiga disebut ion exchange (pertukaran ion), terjadi karena gaya elektrostatis.

Bagaimana terjadinya fenomena adsorpsi itu? Ahli pengolahan air membagi adsorpsi menjadi tiga langkah, yaitu (1) makrotransport: perpindahan zat pencemar, disebut juga adsorbat (zat yang diadsorpsi), di dalam air menuju permukaan adsorban; (2) mikrotransport: perpindahan adsorbat menuju pori-pori di dalam adsorban; (3) sorpsi: pelekatan zat adsorbat ke dinding pori-pori atau jaringan pembuluh kapiler mikroskopis.

Ada sejumlah hal yang mempengaruhi efektivitas adsorpsi, yaitu: (1) jenis adsorban, apakah berupa arang batok, batubara (antrasit), sekam, dll; (2) temperatur lingkungan (udara, air, cairan): proses adsorpsi makin baik jika temperaturnya makin rendah; (3) jenis adsorbat, bergantung pada bangun molekul zat, kelarutan zat (makin mudah larut, makin sulit diadsorpsi), taraf ionisasi (zat organik yang tidak terionisasi lebih mudah diadsorpsi). Berdasarkan jenis adsorbatnya, tingkat adsorpsi digolongkan menjadi tiga, yaitu lemah (weak), terjadi pada zat anorganik kecuali golongan halogen (salah satunya adalah klor). Adsorpsi menengah (medium), terjadi pada zat organik alifatik dan adsorpsi kuat (strong) terjadi pada senyawa aromatik (zat organik yang berbau (aroma) dengan struktur benzena, C6H6).

B. Pembuatan Karbon Aktif dari Arang Tempurung Kelapa

Arang tempurung kelapa selama ini lebih sering kita kenal sebagai bahan bakar untuk pemanggangan ikan atau makanan lain. Di balik kehitaman arang tempurung kelapa itu, ternyata menyimpan nilai ekonomis yang lebih tinggi lagi.Tempurung kelapa yang dijadikan arang dapat ditingkatkan nilai ekonomisnya dengan menjadikannya karbon aktif. Cara membuat karbon aktif dari tempurung kelapa juga relatif lebih mudah.

Karbon aktif berfungsi sebagai filter untuk menjernihkan air, pemurnian gas, industri minuman, farmasi, katalisator, dan berbagai macam penggunaan lain. Tempurung kelapa adalah salah satu bahan karbon aktif yang kualitasnya cukup baik dijadikan karbon aktif. Bentuk dan ukuran, dan kualitas tempurung kelapa harus diperhatikan ketika membuat karbon aktif. Tempurung kelapa yang akan dijadikan bahan pembuat karbon aktif, sebaiknya bebentuk setengah atau seperempat ukuran tempurung.

Jika ukurannya terlalu hancur, maka tempurung itu kurang baik dijadikan bahan pembuat karbon aktif. Dari segi kualitas, tempurung kelapa yang memenuhi syarat dijadikan bahan karbon aktif adalah kelapa yang benar-benar tua hingga warnanya hitam mengkilap dan keras. Tempurung yang dijadikan bahan pembuat karbon aktif umumnya dari kelapa yang dijadikan kopra. Batok kelapa yang dihasilkan merupakan belahan dua dari satu buah kelapa utuh. Untuk membuat karbon aktif yang benar-benar berkualitas, tempurung harus bersih dan terpisah dari sabutnya.

Ada dua tahapan membuat karbon aktif yang berkualitas dari tempurung kelapa. Tahap pertama yang harus dilakukan adalah tempurung dibuat arang dengan peralatan drum berpenutup.Tahap kedua, melalui proses penggilingan arang tempurung hingga menghasilkan karbon aktif dan serbuk arang. Serbuk arang ini masih bisa diproses menjadi briket arang tempurung. Penggilingan itu dilakukan dengan mesin sederhana berpenggerak listrik, diesel, atau bensin.

Kualitas tempurung dan proses pembakaran akan sangat menentukan rendemen karbon aktif yang dihasilkan. Kualitas tempurung kelapa biasa lebih baik dibanding kelapa hibrida. Agar dapat memperoleh rendemen karbon aktif yang lebih baik, langkah-langkah proses pembakaran dengan cara drum diberi empat lubang di bagian bawah. Agar selama pembakaran udara bisa masuk, drum harus diganjal tiga potongan batu bata.

 

Pembakaran arang dilakukan lapis demi lapis tempurung. Memulai pembakaran bisa dengan menggunakan kertas atau daun kelapa kering yang ditaruh di atas satu lapis tempurung di dasar drum. Setelah tempurung lapisan pertama terbakar, sedikit demi sedikit satu lapisan ditaruh diatasnya. Langkah ini terus dilakukan sampai drum penuh. Ketika tempurung lapisan atas mulai terbakar, batu bata yang menjadi ganjalan drum perlahan-lahan diambil, sehingga dasar drum langsung menyentuh tanah dan menutup lubang. Kemudian drum ditutup rapat-rapat dan jangan sampai ada udara yang masuk. Jika ada udara yang masuk, maka arang yang ada dalam drum akan menjadi abu. Tetapi kalau drum ditutup rapat sebelum seluruh tempurung terbakar, tempurung tidak akan menjadi arang. Keesokan harinya, setelah drum dingin, tutupnya dibuka, kemudian drum dibaringkan. Arang tempurung kemudian dibongkar secara perlahan-lahan. Arang tempurung yang tampak hitam, mengkilap, utuh, keras, dan mudah dipatahkan menunjukkan kualitasnya baik. kadar air dalam arang tempurung kelapa antara 50-70 persen.

 

Karbon Aktif dan Komposisinya

Karbon atau arang aktif adalah material yang berbentuk butiran atau bubuk yang berasal dari material yang mengandung karbon misalnya batubara, kulit kelapa, dan sebagainya. Dengan pengolahan tertentu yaitu proses aktivasi seperti perlakuan dengan tekanan dan suhu tinggi, dapat diperoleh karbon aktif yang memiliki permukaan dalam yang luas.

Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut dilakukan aktifasi dengan bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif.

 

Dalam satu gram karbon aktif, pada umumnya memiliki luas permukaan seluas 500-1500 m2, sehingga sangat efektif dalam menangkap partikel-partikel yang sangat halus berukuran 0.01-0.0000001 mm. Karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan menyerap apa saja yang kontak dengan karbon tersebut. Dalam waktu 60 jam biasanya karbon aktif tersebut manjadi jenuh dan tidak aktif lagi. Oleh karena itu biasanya arang aktif di kemas dalam kemasan yang kedap udara. Sampai tahap tertentu beberapa jenis arang aktif dapat di reaktivasi kembali, meskipun demikian tidak jarang yang disarankan untuk sekali pakai. Reaktifasi karbon aktif sangat tergantung dari metode aktivasi sebelumnya, oleh karena itu perlu diperhatikan keterangan pada kemasan produk tersebut.

Karbon aktif tersedia dalam berbagai bentuk misalnya gravel, pelet (0.8-5 mm) lembaran fiber, bubuk (PAC : powder active carbon, 0.18 mm atau US mesh 80) dan butiran-butiran kecil (GAC : Granular Active carbon, 0.2-5 mm) dsb. Serbuk karbon aktif PAC lebih mudah digunakan dalam pengolahan air dengan sistem pembubuhan yang sederhana.

Bahan baku yang berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, limbah ataupun mineral yang mengandung karbon dapat dibuat menjadi arang aktif, bahan tersebut antara lain: tulang, kayu lunak, sekam, tongkol jagung, tempurung kelapa, sabut kelapa, ampas penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas, serbuk gergaji, kayu keras dan batubara.

Di negara tropis masih dijumpai arang yang dihasilkan secara tradisional yaitu dengan menggunakan drum atau lubang dalam tanah, dengan tahap pengolahan sebagai berikut: bahan yang akan dibakar dimasukkan dalam lubang atau drum yang terbuat dari plat besi. Kemudian dinyalakan sehingga bahan baku tersebut terbakar, pada saat pembakaran, drum atau lubang ditutup sehingga hanya ventilasi yang dibiarkan terbuka. lni bertujuan sebagai jalan keluarnya asap. Ketika asap yang keluar berwarna kebiru-biruan, ventilasi ditutup dan dibiarkan selama kurang lebih kurang 8 jam atau satu malam. Dengan hati-hati lubang atau dibuka dan dicek apakah masih ada bara yang menyala. Jika masih ada yang atau drum ditutup kembali. Tidak dibenarkan mengggunakan air untuk mematikan bara yang sedang menyala, karena dapat menurunkan kwalitas arang.

Akan tetapi secara umum proses pembuatan arang aktif dapat dibagi dua yaitu:

1. Proses Kimia.

Bahan baku dicampur dengan bahan-bahan kimia tertentu, kemudian dibuat padat. Selanjutnya padatan tersebut dibentuk menjadi batangan dan dikeringkan serta dipotong-potong. Aktifasi dilakukan pada temperatur 100 °C. Arang aktif yang dihasilkan, dicuci dengan air selanjutnya dikeringkan pada temperatur 300 °C. Dengan proses kimia, bahan baku dapat dikarbonisasi terlebih dahulu, kemudian dicampur dengan bahan-bahan kimia.

 

2. Proses Fisika

Bahan baku terlebih dahulu dibuat arang. Selanjutnya arang tersebut digiling, diayak untuk selanjutnya diaktifasi dengan cara pemanasan pada temperatur 1000 °C yang disertai pengaliran uap. Proses fisika banyak digunakan dalam aktifasi arang antara lain :

a. Proses Briket: bahan baku atau arang terlebih dahulu dibuat briket, dengan cara mencampurkan bahan baku atau arang halus dengan “ter”. Kemudian, briket yang dihasilkan dikeringkan pada 550 °C untuk selanjutnya diaktifasi dengan uap.

b. Destilasi kering: merupakan suatu proses penguraian suatu bahan akibat adanya pemanasan pada temperatur tinggi dalam keadaan sedikit maupun tanpa udara. Hasil yang diperoleh berupa residu yaitu arang dan destilat yang terdiri dari campuran metanol dan asam asetat. Residu yang dihasilkan bukan merupakan karbon murni, tetapi masih mengandung abu dan “ter”. Hasil yang diperoleh seperti metanol, asam asetat dan arang tergantung pada bahan baku yang digunakan dan metoda destilasi. Diharapkan daya serap arang aktif yang dihasilkan dapat menyerupai atau lebih baik dari pada daya serap arang aktif yang diaktifkan dengan menyertakan bahan-bahan kimia. Juga dengan cara ini, pencemaran lingkungan sebagai akibat adanya penguraian senyawa-lenyawa kimia dari bahan-bahan pada saat proses pengarangan dapat diihindari. Selain itu, dapat dihasilkan asap cair sebagai hasil pengembunan uap hasil penguraian senyawa-senyawa organik dari bahan baku.

Secara umum dan sederhana proses pembuatan arang aktif terdiri dari tiga tahap yaitu :

1. Dehidrasi : proses penghilangan air dimana bahan baku dipanaskan sampai temperatur 170 °C.

 

2. Karbonisasi : pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. Suhu diatas 170°C akan menghasilkan CO, CO2 dan asam asetat. Pada suhu 275°C, dekomposisi menghasilkan “ter”, metanol dan hasil samping lainnya. Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400 – 600 0C

3. Aktifasi : dekomposisi tar dan perluasan pori-pori. Dapat dilakukan dengan uap atau CO2 sebagai aktifator. Proses aktifasi merupakan hal yang penting diperhatikan disamping bahan baku yang digunakan. Yang dimaksud dengan aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul – molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi.

 

Metoda aktifasi yang umum digunakan dalam pembuatan arang aktif adalah:

1. Aktifasi Kimia.

Aktifasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan pemakian bahan-bahan kimia. Aktifator yang digunakan adalah bahan-bahan kimia seperti: hidroksida logam alkali garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan khususnya ZnCl2, asam-asam anorganik seperti H2SO4 dan H3PO4.

 

2. Aktifasi Fisika.

Aktifasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan bantuan panas, uap dan CO2. Umumnya arang dipanaskan didalam tanur pada temperatur 800-900°C. Oksidasi dengan udara pada temperatur rendah merupakan reaksi eksoterm sehingga sulit untuk mengontrolnya. Sedangkan pemanasan dengan uap atau CO2 pada temperatur tinggi merupakan reaksi endoterm, sehingga lebih mudah dikontrol dan paling umum digunakan.

 

Karbon aktif terbagi atas 2 tipe yaitu arang aktif sebagai pemucat dan arang aktif sebagai penyerap uap.

1. Arang aktif sebagai pemucat.

Biasanya berbentuk serbuk yang sangat halus dengan diameter pori mencapai 1000 A0 yang digunakan dalam fase cair. Umumnya berfungsi untuk memindahkan zat-zat penganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak diharapkan dan membebaskan pelarut dari zat – zat penganggu dan kegunaan yang lainnya pada industri kimia dan industri baru. Arang aktif ini diperoleh dari serbuk – serbuk gergaji, ampas pembuatan kertas atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan mempunyai struktur yang lemah.

 

 

2. Arang aktif sebagai penyerap uap.

Biasanya berbentuk granula atau pellet yang sangat keras dengan diameter pori berkisar antara 10-200 A0. Tipe porinya lebih halus dan digunakan dalam fase gas yang berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut atau katalis pada pemisahan dan pemurnian gas. Umumnya arang ini dapat diperoleh dari tempurung kelapa, tulang, batu bata atau bahan baku yang mempunyai struktur keras.

 

C. Pembuatan Karbon Aktif untuk Penjernihan Air Minum

Salah satu adsorban yang biasa diterapkan dalam pengolahan air minum (juga air limbah) adalah karbon aktif atau arang aktif. Arang ini digunakan untuk menghilangkan bau, warna, dan rasa air termasuk ion-ion logam berat. Karena merupakan fenomena permukaan maka semakin luas permukaan kontaknya makin tinggilah efisiensi pengolahannya. Syarat ini dapat dipenuhi oleh arang yang sudah diaktifkan sehingga menjadi porus dan kaya saluran kapiler. Yang belum aktif, ruang kapilernya masih ditutupi oleh pengotor berupa zat organik dan anorganik.

Bagaimana proses pembuatannya? Tahap pertama, buatlah arang misalnya dari tempurung kelapa (arang batok, Cocos nucifera), kayu, batubara, merang, sekam, atau serbuk gergaji. Arang ini kemudian diaktifkan dengan cara pemanasan pada kondisi sedikit oksigen agar hidrokarbonnya lepas. Hasilnya berupa arang yang sangat porus sehingga luas permukaannya besar. Setelah itu barulah digunakan untuk mengolah air minum atau air buangan, misalnya memisahkan pencemar organik dan inorganik seperti air raksa, krom, atau untuk deklorinasi (pengurangan klor di dalam air).

Relatif mudah membuat filter arang aktif ini. Penjual filter skala rumah tangga di kota dan desa sudah biasa membuatnya bahkan tanpa berlatar pendidikan teknik. Hanya perlu keterampilan dan tahu sedikit tentang fungsi arang aktif dan kapan harus diganti. Bahkan penjual filter ini bisa memiliki pelanggan setia untuk reparasi dan perawatan filter yang dibeli oleh warga. Selain menggunakan arang butir (granular) berdiameter 0,3 – 0,5 mm atau 1 – 2 mm, arang bubuk, serbuk atau tepung (powder) pun dapat diterapkan.

Teknologi sederhana dalam penerapan arang aktif dengan cara pembubuhan. Arang bubuk dimasukkan ke dalam air yang diolah setelah dibuatkan suspensinya. Proses adsorpsi terjadi cepat apabila zat yang diadsorpsi berada di dekat arang aktif. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memperkecil diameter karbon, menjadi 50 mikron lalu diaduk. Apabila pengolahan airnya menggunakan slow sand filter (SSF), pembubuhan arang dilakukan sebelum unit filter. Menurut Nur Muhammad et.all, SSF efektif untuk menghilangkan logam berat (heavy metal) (International Conference on Water Supply and Sanitation, Durban, South Africa, 1997). Jika ada proses koagulasi – flokulasi, pembubuhan dilakukan sesudah koagulator agar serbuk arangnya bersatu dengan flok di dalam flokulator kemudian diendapkan di sedimentor.

Lain halnya pada unit filter arang butir (granular activated carbon). Unit ini berupa filter berbentuk kolom dengan variannya seperti pada Gambar 1. Penjelasannya sbb: (1) media statis tunggal (single fixed bed); media arang dipasang dalam bentuk satu tabung saja. Cara ini rendah efisiensinya. (2) media statis seri (fixed bed in series); efisiensinya sudah meningkat. Makin banyak unit yang dipasang makin besarlah efisiensinya. (3) media dinamis (moving, pulse, fluidized, dispersed bed); arang bergerak dinamis di seluruh bagian kolomnya sehingga adsorpsinya besar. (4) media statis paralel (fixed bed in parallel); cara ini ditempuh untuk menghasilkan debit yang besar dalam tempo singkat. Kualitas air olahannya tak jauh beda dengan media statis tunggal. (5) media ekspansi (upflow expanded bed); disusun secara seri dengan aliran ke atas dan waktu operasinya lebih lama.

Masalah utama yang muncul pada varian filter karbon aktif statis tersebut ialah sumbatan (clogging) akibat suspensi yang ada di dalam air. Untuk menanggulanginya biasanya unit ini dilengkapi dengan pencuci permukaan media (surface washer) dengan air dan udara. Namun tipe expanded dan fluidized bed, yaitu aliran dari bawah ke atas bisa mencegah potensi penyumbatan dengan pengaturan kecepatan aliran airnya. Variasi lainnya dengan mode operasi yang berbeda dapat saja bermunculan seiring dengan penelitian terbaru di bidang teknologi adsorpsi ini.